Pendahuluan

Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik. Baik melalui televisi, surat kabar, media sosial, maupun film dan serial, media dapat mempengaruhi cara masyarakat memahami berbagai isu, termasuk kesehatan mental. 

Sayangnya, dalam banyak kasus, representasi media justru memperkuat stigma terhadap individu dengan gangguan mental. 

Pemberitaan yang sensasional, stereotip yang keliru dalam film, serta narasi yang tidak berimbang sering kali menimbulkan kesalahpahaman dan diskriminasi terhadap mereka yang hidup dengan kondisi ini.

Namun, di sisi lain, media juga dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mengubah persepsi masyarakat. 

Melalui pemberitaan yang berimbang, kampanye kesadaran, serta representasi yang lebih positif, media dapat membantu menurunkan stigma dan meningkatkan pemahaman tentang kesehatan mental.

Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana media membentuk persepsi publik terhadap gangguan mental, strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, serta dampak positif yang dapat dihasilkan dari pemberitaan yang lebih inklusif dan edukatif.

Bagaimana Media Membentuk Persepsi Publik terhadap Gangguan Mental?

Media memiliki pengaruh besar dalam membentuk cara masyarakat memahami gangguan mental. Baik melalui berita, film, maupun media sosial, representasi yang ditampilkan dapat memperkuat atau mengurangi stigma yang sudah ada.

Peran Media dalam Membentuk Opini Masyarakat

Media seringkali menjadi sumber utama informasi bagi masyarakat tentang berbagai isu, termasuk kesehatan mental. 

Ketika media menggambarkan individu dengan gangguan mental sebagai berbahaya, tidak stabil, atau tidak mampu menjalani kehidupan normal, hal ini dapat memperkuat stigma negatif. Sebaliknya, representasi yang akurat dan empatik dapat meningkatkan pemahaman serta mendorong sikap yang lebih inklusif.

Menurut berbagai penelitian, pemberitaan yang bertanggung jawab tentang kesehatan mental dapat membantu mengubah cara pandang masyarakat.

Misalnya, ketika media menyoroti kisah sukses individu dengan gangguan mental yang tetap produktif dan berkontribusi dalam masyarakat, hal ini dapat menginspirasi pemahaman yang lebih positif.

Contoh Representasi Negatif dan Dampaknya

Sayangnya, banyak media masih menggunakan stereotip yang merugikan dalam pemberitaan maupun dalam industri hiburan. Beberapa contoh representasi negatif yang sering muncul meliputi:

  • Pemberitaan yang Sensasional
    Berita tentang tindak kriminal sering kali mengaitkan pelaku dengan gangguan mental tanpa bukti yang jelas. Ini menimbulkan kesan bahwa individu dengan gangguan jiwa lebih rentan melakukan tindakan berbahaya, padahal sebagian besar dari mereka tidak memiliki kecenderungan agresif.
  • Karakterisasi yang Menyesatkan dalam Film dan Serial
    Banyak film dan serial televisi menggambarkan individu dengan gangguan mental sebagai sosok yang tidak terkendali atau memiliki kepribadian ganda yang berbahaya. Misalnya, dalam beberapa film thriller psikologis, karakter dengan skizofrenia sering kali ditampilkan sebagai antagonis yang membahayakan orang lain.
  • Penggunaan Bahasa yang Mendiskriminasi
    Kata-kata seperti “gila”, “sakit jiwa”, atau “orang stres” sering digunakan secara sembarangan dalam pemberitaan maupun media sosial. Penggunaan bahasa yang tidak sensitif ini dapat memperkuat stigma dan membuat individu dengan gangguan mental enggan mencari bantuan.

Studi Kasus: Efek Pemberitaan Sensasional terhadap Individu dengan Gangguan Mental

Sebuah studi yang dilakukan oleh Mind, organisasi kesehatan mental di Inggris, menemukan bahwa pemberitaan yang menyudutkan individu dengan gangguan mental dapat menyebabkan ketakutan di masyarakat serta menurunkan kepercayaan diri orang-orang yang mengalaminya.

Dalam banyak kasus, individu dengan gangguan mental melaporkan bahwa stigma dari media membuat mereka semakin enggan untuk mencari pengobatan karena takut dihakimi oleh lingkungan sekitar.

Sebagai contoh, ketika ada pemberitaan yang menyebutkan bahwa seseorang dengan depresi atau bipolar melakukan tindakan kriminal, masyarakat sering kali menggeneralisasi bahwa semua orang dengan gangguan tersebut berpotensi melakukan hal serupa. 

Padahal, faktor penyebab tindakan kriminal sangat kompleks dan tidak bisa semata-mata dikaitkan dengan kondisi kejiwaan seseorang.

Oleh karena itu, penting bagi media untuk lebih berhati-hati dalam menyajikan informasi tentang kesehatan mental agar tidak memperburuk stigma yang sudah ada.

Strategi Media dalam Mengurangi Stigma dan Diskriminasi

Agar media dapat berperan dalam mengurangi stigma terhadap gangguan mental, diperlukan strategi yang tepat dalam penyajian informasi. 

Beberapa pendekatan yang telah terbukti efektif antara lain pemberitaan yang berbasis fakta, kampanye kesadaran melalui media sosial, serta representasi positif dalam film dan serial televisi.

Pemberitaan yang Berbasis Fakta dan Berimbang

Salah satu langkah utama dalam mengurangi stigma adalah memastikan bahwa media menyajikan pemberitaan yang akurat, berbasis bukti, dan tidak sensasional.

Pentingnya Jurnalisme Berbasis Bukti dalam Kesehatan Mental

Jurnalis memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap gangguan mental. 

Oleh karena itu, prinsip jurnalisme berbasis bukti sangat penting dalam pemberitaan terkait kesehatan mental. Ini berarti menghindari asumsi, menggunakan data dan riset yang valid, serta menampilkan perspektif dari ahli kesehatan mental.

Organisasi seperti World Health Organization (WHO) dan National Institute of Mental Health (NIMH) telah mengeluarkan pedoman bagi media untuk membantu mereka menyajikan berita tentang kesehatan mental dengan lebih bertanggung jawab. 

Beberapa poin utama yang disarankan adalah:

  • Hindari istilah yang menghakimi seperti “gila” atau “orang sakit jiwa”.
  • Gunakan data dan fakta untuk menghindari penyebaran informasi keliru.
  • Tampilkan kisah sukses individu dengan gangguan mental untuk memberikan sudut pandang positif.
  • Libatkan narasumber dari kalangan ahli seperti psikolog atau psikiater dalam pemberitaan.

Contoh Pemberitaan Positif yang Berhasil Mengubah Stigma

Beberapa media telah berhasil menerapkan pemberitaan yang lebih inklusif dan berimbang, sehingga membantu mengubah persepsi masyarakat. 

Salah satu contohnya adalah kampanye yang dilakukan oleh BBC dalam program dokumenternya yang berjudul “My Mind and Me”, yang menampilkan kisah nyata individu dengan gangguan mental dan perjuangan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Program ini mendapat respons positif dari publik karena menampilkan individu dengan gangguan mental sebagai manusia biasa yang tetap bisa bekerja, berkeluarga, dan berkontribusi dalam masyarakat. 

Hal ini berbeda dengan pendekatan media yang sering kali hanya berfokus pada aspek negatif atau ekstrem dari gangguan mental.

Kampanye Kesadaran Kesehatan Mental di Media Sosial

Di era digital, media sosial telah menjadi platform yang sangat efektif dalam mengedukasi masyarakat tentang kesehatan mental. 

Kampanye kesadaran yang dilakukan di media sosial memiliki jangkauan yang luas dan dapat diakses oleh berbagai kalangan.

Peran Influencer dan Figur Publik dalam Kampanye Kesadaran

Banyak influencer, selebriti, dan tokoh publik yang menggunakan platform mereka untuk berbicara tentang kesehatan mental. 

Dengan berbagi pengalaman pribadi, mereka membantu menormalisasi percakapan tentang gangguan mental dan mengurangi rasa malu bagi mereka yang mengalaminya.

Contohnya adalah aktor dan penyanyi dunia seperti Selena Gomez dan Dwayne “The Rock” Johnson, yang secara terbuka membicarakan perjuangan mereka melawan kecemasan dan depresi. 

Kejujuran mereka membantu banyak orang merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi masalah kesehatan mental.

Hashtag dan Gerakan Global yang Sukses

Beberapa kampanye kesehatan mental yang viral di media sosial telah membantu meningkatkan kesadaran secara global. Berikut beberapa di antaranya:

  • #EndTheStigma – Kampanye ini bertujuan untuk mengakhiri stigma terhadap gangguan mental dan mendorong lebih banyak orang untuk berbicara tentang kesehatan mental mereka.
  • #ItsOkayToNotBeOkay – Kampanye ini mengajarkan bahwa tidak apa-apa untuk merasa tidak baik-baik saja dan mendorong orang untuk mencari bantuan saat dibutuhkan.
  • #BellLetsTalk – Gerakan ini berasal dari Kanada dan berhasil mengumpulkan dana untuk layanan kesehatan mental melalui interaksi media sosial.

Studi Kasus: Kampanye #EndTheStigma

Kampanye #EndTheStigma yang dipelopori oleh berbagai organisasi kesehatan mental di dunia telah menjadi salah satu kampanye paling berpengaruh dalam melawan stigma terhadap gangguan mental. 

Kampanye ini mendorong masyarakat untuk berbagi pengalaman pribadi mereka tentang kesehatan mental melalui media sosial, sehingga menciptakan komunitas yang lebih suportif dan terbuka.

Salah satu dampak positifnya adalah meningkatnya jumlah orang yang mencari bantuan profesional karena merasa lebih nyaman untuk berbicara tentang kesehatan mental tanpa takut dihakimi.

Representasi Positif dalam Film dan Serial Televisi

Film dan serial televisi memiliki pengaruh besar dalam membentuk cara masyarakat memahami gangguan mental. 

Oleh karena itu, representasi yang lebih positif dan realistis sangat diperlukan untuk mengurangi stigma.

Bagaimana Representasi yang Baik Dapat Membantu Edukasi Publik

Ketika film dan serial menampilkan karakter dengan gangguan mental secara akurat dan manusiawi, hal ini dapat membantu masyarakat memahami kondisi tersebut dengan lebih baik. 

Alih-alih menggambarkan mereka sebagai orang berbahaya atau tidak stabil, karakter yang kompleks dan realistis dapat mengubah cara pandang masyarakat.

Contoh Film/Serial yang Berhasil Mengubah Persepsi Masyarakat

Beberapa film dan serial telah berhasil memberikan representasi yang lebih positif tentang gangguan mental, di antaranya:

  • Inside Out (2015) – Film animasi ini menggambarkan emosi manusia dengan cara yang mudah dipahami dan mengajarkan pentingnya mengenali serta mengelola perasaan.
  • A Beautiful Mind (2001) – Film ini mengisahkan perjuangan seorang matematikawan jenius yang hidup dengan skizofrenia, tetapi tetap bisa berkontribusi dalam dunia akademik.
  • BoJack Horseman (2014-2020) – Serial ini menggambarkan depresi dan kecanduan dengan cara yang mendalam dan realistis, memberikan pemahaman yang lebih kompleks tentang kondisi tersebut.

Analisis Perbandingan: Representasi Gangguan Mental di Film Lama vs Film Modern

Di masa lalu, banyak film menggambarkan gangguan mental dengan cara yang menyesatkan, seperti menjadikan karakter dengan skizofrenia sebagai pembunuh atau psikopat. 

Contohnya adalah film Psycho (1960) yang menampilkan karakter dengan gangguan identitas disosiatif sebagai seorang pembunuh sadis.

Namun, seiring waktu, representasi dalam film mulai berubah. Film-film modern seperti Silver Linings Playbook (2012) dan Joker (2019) memberikan perspektif yang lebih mendalam tentang bagaimana gangguan mental mempengaruhi kehidupan seseorang, tanpa menjadikan mereka sebagai sosok antagonis semata.

Peran Media dalam Menurunkan Stigma dan Diskriminasi

Dampak Media dalam Menurunkan Stigma

Upaya media dalam menyajikan pemberitaan yang lebih positif dan edukatif tentang kesehatan mental telah memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Dari perubahan sikap publik hingga peningkatan akses layanan kesehatan mental, berikut beberapa dampak utama yang telah terjadi.

Perubahan Sikap Masyarakat

Seiring dengan semakin banyaknya kampanye kesadaran dan pemberitaan yang lebih berimbang, sikap masyarakat terhadap individu dengan gangguan mental mulai berubah.

Survei dan Penelitian tentang Dampak Pemberitaan Positif

Penelitian yang dilakukan oleh Time to Change, sebuah kampanye anti-stigma di Inggris, menemukan bahwa 60% masyarakat yang melihat pemberitaan positif tentang kesehatan mental mengalami perubahan sikap. 

Mereka menjadi lebih terbuka untuk berbicara tentang kesehatan mental dan lebih memahami perjuangan yang dialami individu dengan gangguan mental.

Selain itu, penelitian dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa media sosial juga berperan besar dalam mengubah stigma. 

Mereka yang mengikuti akun-akun yang membahas kesehatan mental dengan perspektif positif lebih cenderung memiliki sikap yang suportif terhadap orang-orang dengan gangguan mental dibandingkan mereka yang tidak terpapar informasi tersebut.

Dampak Representasi Positif di Media Massa

Ketika selebriti dan tokoh masyarakat berbicara secara terbuka tentang perjuangan mereka melawan gangguan mental, hal ini membantu menormalkan percakapan tentang topik ini. 

Sebagai contoh, setelah penyanyi Demi Lovato membagikan kisahnya tentang gangguan bipolar, banyak penggemarnya merasa lebih berani untuk mencari bantuan profesional karena merasa tidak sendirian dalam menghadapi kondisi tersebut.

Peningkatan Akses Layanan Kesehatan Mental

Kesadaran publik yang meningkat berkat media juga berdampak pada peningkatan jumlah orang yang mencari bantuan profesional.

Bagaimana Kesadaran Publik Meningkatkan Permintaan Layanan Kesehatan Mental

Ketika stigma berkurang, semakin banyak orang yang merasa nyaman untuk mencari terapi atau konsultasi psikologis. 

Data dari National Alliance on Mental Illness (NAMI) menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang mencari layanan kesehatan mental meningkat hingga 30%, seiring dengan meningkatnya kampanye kesadaran melalui media dan media sosial.

Di Indonesia, layanan telekonsultasi kesehatan mental seperti Sehat Jiwa dan berbagai layanan psikologi online juga mulai banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama setelah pandemi COVID-19 yang semakin meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.

Peran Media dalam Advokasi Kebijakan Kesehatan Mental

Media juga memainkan peran penting dalam mendorong perubahan kebijakan yang lebih inklusif terhadap kesehatan mental.

Contoh Keberhasilan Media dalam Mendorong Kebijakan yang Lebih Inklusif

Beberapa gerakan yang dipelopori oleh media dan aktivis kesehatan mental telah berhasil mengubah kebijakan pemerintah. Contohnya:

  • Gerakan “Bell Let's Talk” di Kanada, yang dimulai sebagai kampanye media sosial, berhasil mendorong pemerintah Kanada untuk mengalokasikan dana lebih besar bagi layanan kesehatan mental.
  • Liputan media tentang buruknya kondisi rumah sakit jiwa di berbagai negara telah mendorong reformasi kebijakan dalam penanganan pasien dengan gangguan mental, termasuk perbaikan fasilitas dan akses perawatan yang lebih manusiawi.
  • Di Indonesia, semakin banyak liputan media tentang pentingnya kesehatan mental telah mendorong pemerintah untuk memasukkan kesehatan mental sebagai bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
hubungi klinik sejiwaku

Tantangan dan Etika dalam Pemberitaan Kesehatan Mental

Meskipun media memiliki peran besar dalam mengurangi stigma terhadap kesehatan mental, masih ada berbagai tantangan yang perlu diatasi. 

Tantangan ini mencakup bahaya pemberitaan yang sensasional, perlindungan privasi individu dengan gangguan mental, serta pentingnya edukasi bagi jurnalis agar mereka dapat meliput isu kesehatan mental dengan lebih etis dan bertanggung jawab.

Menghindari Sensasionalisme

Salah satu masalah terbesar dalam pemberitaan kesehatan mental adalah kecenderungan media untuk menyajikan berita secara sensasional.

Bahaya Pemberitaan yang Hanya Mencari Klik Tanpa Mempertimbangkan Dampak Psikologis

Banyak media masih menggunakan judul-judul yang bombastis untuk menarik perhatian pembaca, seperti:

  • “Pria Gangguan Jiwa Mengamuk dan Menyerang Warga!”
  • “Orang Depresi Lompat dari Gedung, Warga Geger!”

Judul-judul semacam ini memperkuat stigma bahwa individu dengan gangguan mental berbahaya bagi lingkungan sekitar. 

Padahal, penelitian menunjukkan bahwa individu dengan gangguan mental lebih sering menjadi korban kekerasan daripada menjadi pelaku.

Pemberitaan yang sensasional seperti ini dapat berdampak negatif bagi individu dengan gangguan mental, membuat mereka semakin takut untuk mencari bantuan karena khawatir akan dihakimi oleh masyarakat.

Sebagai gantinya, media seharusnya menggunakan pendekatan yang lebih berimbang, seperti:

  • Fokus pada solusi – Misalnya, daripada hanya melaporkan kasus bunuh diri, media dapat menambahkan informasi tentang layanan kesehatan mental yang tersedia bagi mereka yang membutuhkan bantuan.
  • Gunakan bahasa yang netral – Hindari kata-kata yang menghakimi seperti “gila” atau “tak waras”.
  • Berikan perspektif dari ahli – Melibatkan psikolog atau psikiater dalam pemberitaan dapat membantu menyajikan informasi yang lebih akurat dan edukatif.

Perlindungan Privasi dan Hak Pasien

Penting bagi media untuk menjaga etika dalam peliputan kasus individu dengan gangguan mental.

Pentingnya Menjaga Etika dalam Peliputan Kasus Gangguan Mental

Beberapa media masih sering mengungkap identitas individu dengan gangguan mental dalam pemberitaannya, bahkan tanpa izin dari yang bersangkutan atau keluarga mereka. Ini dapat menyebabkan dampak negatif, seperti:

  • Pelanggaran hak privasi – Individu dengan gangguan mental berhak untuk menjaga identitas mereka tetap rahasia, terutama dalam kasus yang sensitif.
  • Stigmatisasi seumur hidup – Pemberitaan yang menyebutkan nama atau foto seseorang yang mengalami gangguan mental dapat membuat mereka menghadapi diskriminasi di tempat kerja, sekolah, atau lingkungan sosial mereka.
  • Dampak psikologis bagi keluarga – Tidak hanya individu yang bersangkutan, tetapi juga keluarganya dapat terkena dampak dari pemberitaan yang tidak etis.

Untuk menghindari pelanggaran etika, media harus mematuhi panduan berikut:

  • Gunakan inisial atau anonim dalam kasus sensitif – Hindari menyebutkan nama lengkap atau menampilkan wajah individu yang mengalami gangguan mental.
  • Dapatkan izin sebelum menampilkan informasi pribadi – Jika memungkinkan, pastikan ada persetujuan tertulis sebelum mempublikasikan kisah seseorang.
  • Fokus pada aspek edukatif daripada dramatisasi kasus – Misalnya, alih-alih hanya melaporkan kasus seseorang yang mengalami gangguan mental, media dapat menyertakan informasi tentang cara mencari bantuan profesional.

Pendidikan bagi Jurnalis dan Media

Untuk memastikan pemberitaan yang lebih akurat dan etis, penting bagi jurnalis mendapatkan pelatihan tentang cara meliput isu kesehatan mental dengan lebih bertanggung jawab.

Peran Pelatihan Jurnalis dalam Memahami Isu Kesehatan Mental

Organisasi kesehatan mental di berbagai negara telah bekerja sama dengan institusi media untuk memberikan pelatihan bagi jurnalis. Pelatihan ini mencakup:

  • Cara menggunakan bahasa yang lebih inklusif dan tidak menstigmatisasi
  • Bagaimana menghindari sensasionalisme dalam pemberitaan
  • Memahami kompleksitas gangguan mental berdasarkan ilmu psikologi
  • Pentingnya menampilkan perspektif dari individu dengan pengalaman langsung

Beberapa organisasi yang telah menyediakan panduan bagi jurnalis dalam meliput isu kesehatan mental antara lain:

  • MindFrame (Australia) – Memberikan panduan bagi jurnalis tentang bagaimana melaporkan isu kesehatan mental dan bunuh diri dengan cara yang lebih etis.
  • Samaritans (Inggris) – Menyediakan pedoman bagi media tentang bagaimana melaporkan kasus bunuh diri tanpa memperburuk risiko bagi orang lain yang mungkin rentan.
  • World Health Organization (WHO) – Menerbitkan panduan global tentang bagaimana media dapat membantu dalam mengurangi stigma terhadap kesehatan mental.

Kesimpulan

Media memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk opini publik tentang kesehatan mental. Sayangnya, representasi yang tidak akurat dan sensasional sering kali memperkuat stigma masyarakat dan diskriminasi terhadap individu dengan gangguan mental. Namun, dengan pendekatan yang lebih etis dan edukatif, media dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengubah persepsi masyarakat.

Beberapa strategi yang telah terbukti efektif dalam menurunkan stigma antara lain:

  • Pemberitaan yang berbasis fakta dan berimbang untuk menghindari stereotip negatif.
  • Kampanye kesadaran di media sosial yang melibatkan influencer dan hashtag viral seperti #EndTheStigma.
  • Representasi positif dalam film dan serial televisi yang menggambarkan individu dengan gangguan mental secara manusiawi dan realistis.
  • Advokasi kebijakan melalui media yang membantu meningkatkan akses layanan kesehatan mental bagi masyarakat.

Dampak positif dari pendekatan ini sudah terlihat dalam berbagai survei dan penelitian, di mana masyarakat mulai lebih terbuka terhadap isu kesehatan mental dan lebih banyak individu yang berani mencari bantuan profesional tanpa takut dihakimi.

Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti bahaya pemberitaan sensasional, perlindungan privasi pasien, serta kebutuhan akan edukasi bagi jurnalis dalam memahami isu kesehatan mental. 

Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara media, tenaga kesehatan mental, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan pemberitaan yang lebih positif dan mendukung individu dengan gangguan mental.

Sebagai konsumen media, kita juga memiliki peran dalam membantu mengurangi stigma terhadap kesehatan mental. Kita dapat:

  • Menyebarkan informasi yang akurat dan menghindari berbagai berita yang menstigmatisasi.
  • Mendukung kampanye kesadaran dengan mengikuti dan membagikan konten positif tentang kesehatan mental.
  • Mendorong media untuk lebih bertanggung jawab dengan mengkritisi pemberitaan yang tidak sensitif terhadap isu kesehatan mental.

Klinik Sejiwaku adalah klinik psikiater dan psikolog Jakarta Barat dari kami yang hadir dengan menyediakan layanan konsultasi, terapi, dan edukasi, kami mempunyai dokter dan ahli kejiwaan profesional yang berkomitmen untuk mendampingi keluarga dalam menjaga kesehatan mental anak-anak mereka.

Cek jadwal praktik dokter kami! Bersama, kita dapat menciptakan generasi yang lebih kuat, bahagia, dan siap menghadapi masa depan dengan percaya diri.

Kami juga mempunyai layanan DBT Skills Training Class dan Group Therapy untuk Anda yang membutuhkan.

Klik Chat Sekarang!
Halo Kak... :)
Halo Kak... Apakah ada yang mau di tanyakan??
Yukk Gratis konsultasi
Klik Chat Sekarang!!